Perjalanan kali ini kami mulai pagi pagi sekali demi menghindari aksi demo yang akan dilakukan di daerah Raya Porong yang masih saja belum ada pemecahannya. Sampai di Pandaan kami menyempatkan diri mengisi perut di Depot AFF yg mempunyai menu andalan Rawon Empal (mohon maap sementara belum ada dokumentasinya) hehehe. Dengan harga Rp 8.000,- empal yang empuk dan sambal yang lezat menjadi sarapan kami.
Lalu kami langsung menuju Kawasan Peninggalan Purbakala Singosari. Ternyata tidak seperti yang kami bayangkan, kawasan ini sudah cukup berpenghuni, jadi peninggalan2 kerajaan Singosari tersebut sudah dikelilingi rumah2 penduduk dan di batasi pagar. Ketika kita memasuki kawasan ini, ada 2 raksasa yang mengapit jalan. Raksasa yang bertampang seram ini dinamakan Dwarapala yang dibuat dari batu monolitik dengan ketinggian 3,70 m.
Keberadaan dua arca dwarapala itu menunjukkan bahwa lokasi itu pada masa lalu merupakan pintu gerbang dari kerajaan Singosari, sebab fungsi arca dwarapala di masa lalu memang sebagai simbol dari penjaga pintu atau pintu gerbang namun hinga saat ini belum dilakukan rekonstruksi untuk mengetahui dimanakah letak istana Singosari secara tepat apakah disebelah barat atau timur Dwarapala karena situs bangunan istana Singosari sampai sekarang belum diketahui letaknya.
Keberadaan dua arca dwarapala itu menunjukkan bahwa lokasi itu pada masa lalu merupakan pintu gerbang dari kerajaan Singosari, sebab fungsi arca dwarapala di masa lalu memang sebagai simbol dari penjaga pintu atau pintu gerbang namun hinga saat ini belum dilakukan rekonstruksi untuk mengetahui dimanakah letak istana Singosari secara tepat apakah disebelah barat atau timur Dwarapala karena situs bangunan istana Singosari sampai sekarang belum diketahui letaknya.
Letak kedua arca tersebut berada disisi kiri dan kanan jalan utama desa Candirenggo yang membujur dari timur ke barat.Arca raksasa yang sebelah kiri (selatan) berada diatas pedestal buatan yang dibuat sekitar tahun 1982 sewaktu arca tersebut diangkat dari kondisinya yang tenggelam sebatas perut menghadap utara. Terdapat cerita unik seputar proses pengangkatan arca yang tersebut, dua buah traktor yang diperkirakan mampu mengangkatnya ternyata "kewalahan" ditandai dengan melengkungnya tuas besi pengangkatnya. Akhirnya dari "wangsit" yang diterima oleh salah seorang pekerja, bahwa arca tersebut baru bisa diangkat bila kedua matanya ditutup dengan kain hitam dan menggunakan tiga batang pohon kelapa sebagai tiang penyangganya. Setelah dilakukan upacara ritual dan sesuai dengan petunjuk wangsit tersebut, barulah arca tersebut bisa diangkat dan dipindahkan. (sumber)
Atas petunjuk dari penjaga situs Dwarapala, kami melanjutkan perjalanan ke situs candi Sumberawan. Stupa ini sering disebut “Candi Rawan” yang berasal dari Sumber + Irawan, karena putra Arjuna konon pernah mandi sore di tempat ini. Candi ini tidak bisa di jangkau dengan kendaraan, jadi kami harus memarkir kendaraan di sebuah warung milik warga dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 400 M. Pemandangan yang kami lalui sungguh menyegarkan mata. Selain hamparan padi yang luas dan hijau, beningnya mata air di sepanjang perjalanan kami benar2 menyejukkan. Banyak kegiatan masyarakat di sepanjang mata air itu termasuk mandi dan mencuci baju, namun airnya tetap jernih dan dingin.
Kita diharapkan mengisi buku tamu di setiap situs di kawasan ini, dan memberikan sumbangan sukarela demi pemeliharaannya.
Jika kita tidak membawa minum ato snack sebagai camilan waktu piknik, jangan khawatir, begitu kita berhenti di suatu tempat, segeralah muncul (entah dari mana) ibu2 penjaja snack dan minuman (dingin).
Seperti wisata alam pada umumnya, nyamuk hutan juga banyak berkeliaran menikmati redupnya suasana pepohonan. Bawalah obat oles anti nyamuk